Aku membuka mataku. Gelap, aku tidak bisa melihat apa-apa.
"Kunihiro?" panggil sebuah suara yang tidak asing
di telingaku.
"Kau sudah bangun! Aruji! Kunihiro sudah bangun!"
Aku tidak mengerti, sekitarku masih gelap, aku tidak bisa
melihat sosok yang sangat ku kenal, tapi ia mengatakan bahwa aku sudah bangun.
Apa maksudnya ini?
"Horikawa?" panggil aruji. Aku mencoba menengok ke
asal suara.
"Horikawa aku disini," ujar aruji. Aku mendengar
suara derap kaki mendekatiku. "Astaga, Horikawa-- Apa kau bisa
melihatku?"
Aku menggeleng.
Sekitaranku gelap. Ruang kosong. Sedangkan aku bisa
mendengar suara mereka.
"Izuminokami, panggil Yagen!"
____________________________
Aku berlari, menuju ruangan Awataguchi dan mendobraknya
keras.
"Ada apa--"
"YAGEN! KUNIHIRO BANGUN! TAPI, TAPI DIA...!"
"Tenangkan dirimu, Izuminokami," ujar Yagen dengan
tenang, berdiri dari tempatnya dan menghampiriku. "Ada apa dengan
Horikawa?"
"Dia... tidak bisa melihat."
Yagen terbelalak kaget. Matanya melotot lalu segera pergi ke
ruangan dimana Kunihiro dan aruji berada.
"Yagen! Horikawa tidak bisa melihat!" ujar aruji
begitu kami sampai. Yagen langsung mengeluarkan senter dalam jasnya, dan
memeriksa mata Kunihiro.
"Ada berapa jariku?" tanya Yagen, mengacungkan dua
jari.
Kunihiro diam, keningnya berkerut, seperti sedang berpikir
keras. "Yagen-san, dimana jarimu?" ujarnya kemudian. Yagen menghela
nafas dan menggeleng pada aruji. Dia berdiri dan pergi melewatiku.
"Maaf, Izuminokami," ucapnya saat melewatiku.
"Kane-san... Aruji-san...," panggil Kunihiro lirih.
"Apa yang terjadi padaku?"
"Kau buta, Horikawa. Maafkan aku," ujar aruji.
Mata Kunihiro terbelalak, tidak percaya apa yang baru saja aruji katakan.
"Izuminokami, tolong jaga Horikawa," pinta aruji, lalu pergi keluar
ruangan.
"Kane-san?" panggil Kunihiro.
"Hm?"
"Maaf aku tidak bisa melayanimu lagi," ujarnya.
"T-tidak, tidak apa."
____________________________
"T-tidak, tidak apa," ujarnya. Kesedihan terdengar
dari nadanya.
"Sungguh?" ujarku memastikan.
"Oh, tentu, tenang saja. A-aku bisa mengurus diriku
sendiri!"
"Kane-san."
"Apa?!"
"Kau menangis?"
Kane-san diam. Keheningan menyelimuti kami berdua. Aku
bahkan bisa mendengar nafas Kane-san.
"Tentu saja tidak!"
Aku mencoba tersenyum dan mengulurkan tangan, mencoba meraih
wajah Kane-san. Begitu aku merasakan rahangnya, dia bergerak.
"Apa kau lapar, Kunihiro? Biar aku ambilkan makanan
untukmu," ujar Kane-san. Beberapa saat, keheningan kembali menyelimuti
ruangan ini.
____________________________
"Kunihiro, makanlah." Aku menyodorkan makanan ke
tangan Kunihiro. Dia tersenyum dan meraba-raba mangkuk berisi bubur itu.
"Bubur, ya?" tanyanya. Aku mengangguk.
"Ya," ucapku kemudian. Aku ingat,
Dia tidak bisa melihatku mengangguk.
"Terimakasih, Kane-san. Maaf merepotkanmu,"
ujarnya.
"Tidak, biasanya juga aku yang merepotkanmu. Setidaknya
aku bisa melakukan ini untuk membalasnya."
Kunihiro tersenyum lagi dan melahap makanannya perlahan.
Ah, andaikan saja dia bisa melihatku membalas senyumnya.
Bagusnya dia tidak bisa melihat air hangat yang jatuh ke
pipiku. Aku segera mengelapnya dan mengusap rambut Kunihiro.
"Untuk apa itu, Kane-san?" tanyanya.
"Tidak, bukan apa-apa," jawabku. Kunihiro menaruh
mangkuknya dan mendekatiku, lalu memelukku.
"Maafkan aku, Kane-san."
"Tidak apa-apa, kubilang aku baik-baik saja."
Dia melepas pelukannya dan kembali ke tempatnya. Dia meraba
sekitarnya dan tidak sengaja menumpahkan buburnya.
"Hati-hati Kunihiro!" ujarku, membantunya
mengambil mangkuk yang hanya menyisakan sedikit bubur di dalamnya.
"Maaf."
"Tidak perlu."
"Kane-san?"
Aku menengok ke arahnya. Dia tidak mengatakan apapun. Dia
hanya mengambil sendoknya dan memakan bubur yang tinggal sedikit itu.
Lalu suara siapa itu?
"Kane-san."
Kunihiro masih tidak bersuara, tapi aku mendengar suaranya.
Ada apa ini?
"Kane-san!"
Seketika mataku terasa berat.
Apa yang terjadi?
Aku kehilangan kesadaranku.
Kunihiro.
Dimana aku?
____________________________
"Aruji-san! Kane-san membuka matanya!"
Kulihat Kunihiro berlari ke luar, menengok kanan dan kiri
mencari aruji.
Kepalaku pening. Badanku terasa berat, lebih dari biasanya.
Aruji masuk ke ruangan. "Izuminokami, kau baik-baik
saja?" tanyanya. Aku mengangguk. Aku menengok ke Kunihiro. Dia tersenyum.
"Syukurlah," ucap Kunihiro. "Kane-san, jangan
memaksakan diri."
"Kunihiro," panggilku. "Kau bisa
melihatku?"
"Apa yang kau katakan, Kane-san? Tentu saja aku bisa
melihatmu," jawabnya.
Jadi... Semua itu, hanya mimpi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar