Selasa, 16 Januari 2018

The Red Fate ch3 (The Road)

Suara yang menyapa telingaku membuyarkan lamunanku. Astaga, aku terlalu banyak memerhatikannya!

"Ah, iya, ayo," ujarku. Aku membawanya ke rak-rak minuman, dan menunjukkan cara menatanya. Untungnya dia cepat tanggap sehingga tidak usah kujelaskan panjang lebar.

Aku kemudian mengajaknya keliling gudang, mengenali letak-letak persediaan disana. Sepanjang perjalanan di gudang, hatiku berdegup tak karuan.

Tuhan, hentikanlah kegugupanku. Bagaimana kalau dia merasakannya?

Tidak dapat kubayangkan seberapa jijiknya dia padaku jika ia mengetahuinya sekarang. Kami baru berkenalan dan aku tidak yakin apa orang ini percaya pada cinta pandangan pertama atau tidak. Dia belum tentu sama seperti Kiyomitsu, yang menerima cinta Yasusada dengan hati terbuka. Kurasa aku dan Izuminokami adalah kemustahilan dalam waktu dekat.

Ya, awalnya aku penasaran juga gara-gara melihat benang merah itu.

Sialan, beberapa menit yang lalu aku yakin perasaanku bukan karena benang ini. Kini aku meragukannya lagi. Aku ini kenapa?!

"Horikawa, kau banyak melamun ya hari ini," ujar Mutsunokami-senpai mengagetkanku. "Ada apa?"

"Tidak, hanya saja ...," aku menahan kalimatku sejenak, memikirkan apa yang harus kukatakan, "kurasa aku banyak pikiran soal keadaan rumah, itu saja," jelasku akhirnya.

"Jangan terlalu banyak dipikirkan," ujar Mutsunokami-senpai menepuk pundakku.

Yasusada tiba-tiba mendekati kami. "Mutsunokami-senpai, waktunya gantian," ujarnya. "Shift-mu pagi ini sudah selesai, kan?"

"Ah, ya." Mutsunokami-senpai keluar dari area kasir, digantikan oleh Yasusada. Kulihat Mutsunokami-senpai menghampiri Izuminokami. "Izuminokami, aku duluan. Kalau ada apa-apa tanya saja pada Horikawa atau Yamatonokami," ujarnya. Izuminokami mengangguk dan Mutsunokami-senpai pun masuk gudang menuju ruang ganti karyawan.

"Horikawa-senpai," panggil Yasusada. Aku menggumam. "Kalau Izuminokami dan Mutsunokami-senpai teman sepermainan dari kecil, dia pasti akan jadi sainganmu," lanjutnya.

"Apaan sih?"

"Aku serius."

Aku menatap orang yang sudah seperti saudaraku sendiri. Air mukanya menunjukkan keseriusan, sebagai seorang yang sudah berpengalaman dalam hubungan asmara.

"Horikawa-senpai, jika kau benar mencintai Izuminokami, kau harus bisa mendapatkannya. Jika tebakanku benar, kemungkinan besar Mutsunokami-senpai lah yang akan menggaetnya terlebih dahulu," tutur Yasusada.

"Kenapa kau berpikiran Mutsunokami-senpai akan jadi sainganku?" tanyaku. Dia menyeringai.

"Gerak-gerik Mutsunokami-senpai, dan fakta kalau mereka sudah kenal dekat," jawabnya. "Makanya jika kau memang benar-benar menyukainya, gaet dia terlebih dahulu!"

Aku terdiam, kemudian menatap jari kelingkingku dan Izuminokami bergantian. Yah, orang tuaku saja bisa menikah dengan bukan jodoh, benang ini bukan patok hubungan asmara dan pernikahan.

Yasusada benar.

Aku tidak bisa berdiam diri.

"Kurasa kau sudah mengerti," ujar Yasusada tersenyum, dan menepuk punggungku. "Sana, PDKT. Semoga langgeng ya!" ucapnya pelan. Aku hanya tertawa runyam kemudian mendekati Izuminokami.

"Mau kubantu?" Aku menawarkan diri. Wajahnya berseri lalu mengangguk.

Lucu.

Aku menata rak bersamanya. Memang biasa, namun jarak kami yang dekat cukup membuat jantungku menjadi tidak karuan lagi. Aku melirik Yasusada dan dia mengedip padaku.

Ah, semoga mukaku tidak merah.

***

"Otsukaresama!" seru Izuminokami di ruang ganti. Aku terkekeh.

"Kau mengatakannya seakan kau terbebas dari pekerjaan ini. Ingat kau masih ada shift besok," ujar Yasusada sembari duduk dan meneguk kopi.

"Aku tahu, senpai, aku tahu," ujar Izuminokami enteng.

Aku memasukkan barang-barangku ke dalam tas dan menggendongnya. "Hari ini shiftmu sampai malam kan, Yasusada? Nanti Mutsunokami-senpai akan kesini juga," ujarku.

"Kau tidak perlu mengatakannya, sudah terpampang jelas di papan jadwal karyawan," ujar Yasusada menunjuk papan yang dimaksud. "Maaf tidak bisa pulang bareng."

"Sejak kap--,"

"Bagaimana kalau Izuminokami yang menemanimu, senpai?" Yasusada memotongku. Ia menatapku sambil tersenyum. "Izuminokami, dimana rumahmu?"

"Hah? Jalan xy nomor z."

"Sempurna, searah dengan Horikawa-senpai," kata Yasusada. "Ayo, pulanglah. Horikawa-senpai, kau harus memasak makan malam adik-adikmu kan?"

"Ah, iya, benar," ucapku.

"Pergilah, aku baik-baik saja," kata Yasusada, diam-diam mengacungkan jempol padaku. Aku membungkuk padanya.

"Kalau begitu kami duluan," ujar Izuminokami. Kami berdua pun keluar dari ruang ganti karyawan, dan keluar dari minimarket.

Sepanjang perjalanan sungguh hening. Aku tidak tahu mau bicara apa saking gugupnya. Aku hanya memegang erat tali tasku, berusaha tidak menatap benang merahku maupun orang di sebelahku.

"Kau, punya adik ya, senpai?" tanya Izuminokami tiba-tiba. Aku tersentak namun akhirnya menatapnya.

"Ya, dua orang," jawabku. "Bagaimana denganmu?" Aku balik bertanya padanya.

"Aku hanya punya kakak, dia sarjana humaniora," jawabnya. "Dia menyukai seni dan sastra sejak kecil, dan ayah kami pun mendukungnya," tuturnya. "Aku sendiri mengikuti ayahku, masuk jurusan hukum."

'Dia luar biasa' batinku. Kurasa dia sangat mengagumi ayahnya.

"Apa senpai kuliah?" tanya Izuminokami lagi. Aku menggeleng.

"Aku harus menghidupi adik-adikku dulu. Akan lebih sulit menyuapi dua mulut sambil kuliah, jadi kuputuskan untuk bekerja dulu," jawabku.

"Memang kemana orang tuamu?!" serunya, tiba-tiba berhenti.

Aku ikut berhenti, berada sedikit lebih depan dari posisinya. "Mereka ... bercerai. Mereka hanya membiayai sekolah adik-adikku sampai SMA saja." Aku menunduk.

"Um ... maaf," ujarnya.

"Tidak apa-apa."

Keheningan kembali menyelimuti. Ayolah Horikawa Kunihiro, cari suatu topik! Keadaan ini runyam sekali!

"Um ... kau mau berkunjung ke rumahku?" tawarku kemudian. Aku mengangkat wajahku, menatap lawan bicaraku.

"Tentu."


Kami kembali berjalan dalam kesunyian. Ah, aku tidak suka ini ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pindah

AKIKO PINDAH LAPAK WWWW Jadi ke wordpress kkkk Linknya disini yak UwU Tapi beberapa rant masih tetep disini, kkkk Kenapa pindah? Ka...